Tafsir: Wahyu Qawli Tidaklah Bertentangan dengan Wahyu Kawni

Tafsir: Wahyu Qawli Tidaklah Bertentangan dengan Wahyu Kawni

(Q.S. al-Baqarah, 2/28-29)

 

Dr. Syahril Mukhtar Muhammad, ME.

https://waqffoundation.wordpress.com

 

 

بِسْمِ اللَّـهِ الرَّ‌حْمَـٰنِ الرَّ‌حِيمِ

﴿كَيْفَ تَكْفُرُ‌ونَ بِاللَّـهِ وَكُنتُمْ أَمْوَاتًا فَأَحْيَاكُمْ ۖ ثُمَّ يُمِيتُكُمْ ثُمَّ يُحْيِيكُمْ ثُمَّ إِلَيْهِ تُرْ‌جَعُونَ ﴿٢٨﴾ هُوَ الَّذِي خَلَقَ لَكُم مَّا فِي الْأَرْ‌ضِ جَمِيعًا ثُمَّ اسْتَوَىٰ إِلَى السَّمَاءِ فَسَوَّاهُنَّ سَبْعَ سَمَاوَاتٍ ۚ وَهُوَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ ﴿٢٩

  1. Mengapa kamu kafir kepada Allah, padahal kamu tadinya mati, lalu Allah menghidupkan kamu, kemudian Ia mematikan kamu; kemudian menghidupkan kembali, kemudian kepada-Nya-lah kamu dikembalikan?
  2. Ia, yang menciptakan untuk kamu apa yang ada di bumi, semuanya. Kemudian Ia berkehendak (menciptakan) langit, lalu Ia menyelesaikannya menjadi tujuh langit. Dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu.

 

Bagaima kamu bisa kafir kepada Allah,

كَيْفَ تَكْفُرُ‌ونَ بِاللَّـهِ

 

(كيف) “bagaimana”, adalah sebuah pertanyaan tentang keadaan. Allah mencantum-kannya dalam ayat ini tidaklah bertujuan untuk bertanya, tetapi adalah meminta penjelasan tentang sikap yang diambil manusia bertentangan dengan apa yang seharusnya terjadi. Dalam beberapa ayat terdahulu, Allah telah memamaparkan dengan bukti-bukti yang kuat tetang penciptaan langit, bumi dan manusia. Bukti-bukti yang tidak dapat diragukan oleh siapapun. Bagaimana mereka membuat sebuah keputusan untuk kafir terhadap Allah setelah melihat bukti-bukti yang begitu kuat? Pertanyaan dalam frasa ayat ini berarti teguran atau keheranan. Halnya sama dengan mempertanyakan seseorang yang mencaci ayahnya. Bagaimana bisa ia mencaci orang tuanya. Apakah pertanyaan itu mengungkapkan teguran atau keheranan, hasilnya tetap sama, yaitu “tindakan semacam itu tidak layak dilakukan”.

 

Padahal kamu tadinya mati, lalu Allah menghidupkan kamu.

وَكُنتُمْ أَمْوَاتًا فَأَحْيَاكُمْ

 

Thabari mengutip pendapat beberapa orang sahabat Rasul SAW dalam mengartikan frasa ayat ini, yaitu bahwa manusia sebelumnya tidak dapat dikatakan sesuatu, lalu Allah menciptakannya. Kemudian mematikannya kembali, dan menghidupkannya kembali pada Hari Kiamat (Tafsir al-Thabari, 1/418). Dalam ayat lain, Allah mengatakan bahwa proses kematian manusia terjadi dua kali dan hidup dua kali. “Mereka menjawab: “Ya Tuhan kami Engkau telah mematikan kami dua kali dan telah menghidupkan kami dua kali (pula)” (Q.S. Ghafir, 40/11). Ibn Katsir mengartikan mati pertama adalah dengan “tidak ada” lalu Allah memprosesnya menjadi “ada”. Apakah mereka diciptakan tanpa sesuatupun ataukah mereka yang menciptakan (diri mereka sendiri)? Ataukah mereka telah menciptakan langit dan bumi itu?; sebenarnya mereka tidak meyakini (apa yang mereka katakan).”[1] (Q.S. al-Thur, 52/35-36). Dan, “Bukankah telah datang atas manusia satu waktu dari masa, sedang dia ketika itu belum merupakan sesuatu yang dapat disebut?”[2] (Q.S. al-Insan, 76/1). “Padahal kamu tadinya mati, lalu Allah menghidupkan kamu.” Syanqithi mengatakan bahwa mati pertama bagi manusia ketika mereka berada dalam bentuk sperma, alaqah dan mudghah. Mati kedua adalah ketika ajal menjemput di dunia. Hidup pertama adalah ketika ruh ditiupkan ke dalam diri mereka lalu keluar dari Rahim para ibu mereka. Kehidupan kedua adalah ketika mereka dibangkit pada Hari Kiamat (Adhwā al-bayān fī īdhāh al-qur‘ān bi al-qur‘ān, 2/273). Adalah isu yang tidak dapat diperdebatkan. Allah menciptakan kita dari tidak ada menjadi ada. Tidak seorangpun yang mengklaim bahwa ia telah menciptakan manusia, atau menciptakan dirinya sendiri. Ketika Rasulullah SAW datang, lalu mengatakan bahwa yang menciptakan kamu itu adalah Allah, tidak seorangpun yang tidak mempercayainya, sampai sekarang. Memang, sebelumnya kita tidak pernah ada di dunia ini. Allah yang telah telah menciptakan kita dan memberi kita kehidupan. Firman Allah « ثم يميتكم » (kemudian Ia mematikan kamu). Tidak seorangpun yang meragukan bahwa kehidupannya akan berakahir dengan kematian. Kematian telah ditentukan untuk semua orang. Penciptaan makhluk dari tiada menjadi ada adalah fakta yang tidak dapat dipungkiri. Kematian, demikian juga, dapat disaksikan dengan mata kepala. Isu kematian adalah instrument yang dapat kita pergunakan untuk menghadapi atheist manapun. Bila mereka mengatakan bahwa otak manusia cukup untuk mengurus kehidupan dan tidak ada apapun yang bernama ghaib. Hal ini dapat kita jawab bahwa yang dapat memastikan terciptanya sesuatu, juga dapat memastikan untuk kematian.

Kemudian Ia mematikan kamu; kemudian menghidupkan kembali,

ثُمَّ يُمِيتُكُمْ ثُمَّ يُحْيِيكُمْ

 

Mengutip Zamakhsyari, Ibn Arafah (726-803 H/1316-1400 M) memperhati-kan kata sambung yang terdapat dalam ayat ini. Allah mempergunakan kata sambung ‘fa’ (lalu) pada « فَأَحْيَاكُمْ » (lalu menghidupkan kamu), kemudian mempergunakan kata sambung ‘tsumma’ (kemudian) pada «ثُمَّ يُمِيتُكُمْ ثُمَّ يُحْيِيكُمْ » (kemudian mematikan kamu, kemudian menghidupkan kamu). Ibnu Arafah mengatakan bahwa kehidupan pertama terjadi bukan disebebabkan oleh proses kematian, tetapi kehidupan kedua terjadi karena proses kematian. Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa kehidupan pertama tidak memiliki batas dengan kematian pertama yang mendahuluinya; tetapi antara kehidupan pertama dengan kematian kedua memiliki jarak, hingga kata sambung yang dipakai oleh Allah adalah ‘tsumma’ (kemudian). Kematian pertama, tidak ada yang dapat menyaksikannya, tetapi kematian kedua, dapat disaksikan secara kasat mata. ‘Tsumma’ (kemudian), adalah kata sambung yang mengisyaratkan adanya jarak. Jarak yang dipergunakan pada kehidupan pertama untuk melaksanakan tanggung jawab yang dipikulkan kepada manusia. Demikian, juga pada «ثُمَّ يُحْيِيكُمْ » (kemudian Ia menghidupkan kamu) yang dimaksud adalah adanya masa yang ditunggu selama berada di Alam Barzakh, sampai adanya kehidupan yang kedua di Hari Kiamat (Ibn Arafah, 1/56).

Kemudian kepada-Nya-lah kamu dikembalikan. ثُمَّ إِلَيْهِ تُرْ‌جَعُونَ
 

Imam Fakhr al-Razi berpendapat bahwa yang dimaksud dengan kehidupan kedua adalah kehidupan di Alam Barzah. Firman Allah yang mengatakan «ثُمَّ يُحْيِيكُمْ » (kemudian Ia menghidupkan kamu) bukanlah kehidupan abadi, karena kalaulah yang dimaksud adalah kehidupan abadi, maka Allah tidak akan menutupnya dengan { ثُمَّ إِلَيْهِ تُرْجَعُونَ } (kemudian kepada-Nya kamu di dikembalikan). Kata sambung yang dipakai juga adalah ‘tsumma’ (kemudian), kata yang mengisyaratkan adanya jarak. Logika pendekatan yang seperti ini, dapat dikatakan bahwa kehidupan kedua yang disebut oleh ayat diatas adalah kehidupan Barzah. Sementara yang dimaksud dengan ‘kepada-Nya kamu dikembalikan’ karena Allah SWT akan membangkit semua yang di kubur dan mengumpulkan mereka di Padang Mahsyar. Itulah yang disebut dengan kembali kepada Allah. Disebut seperti itu adalah karena pengadilan ketika itu dikendalikan oleh Allah, manusia semuanya menunggu nasib mereka masing-masing.

 

Ia, yang menciptakan untuk kamu apa yang ada di bumi, semuanya. هُوَ الَّذِي خَلَقَ لَكُم مَّا فِي الْأَرْ‌ضِ جَمِيعًا
 

﴿ لَكُمْ ﴾ “untuk kamu” disini memiliki dua pengertian. Pertama, memberikan izin, artinya Ia menciptakan untuk memberikan izin kepada kamu memanfaatkan apa yang ada di bumi. Kedua, berarti ‘demi’, Ia menciptakan demi untuk kamu memanfaatkan semua yang ada di bumi. ﴿مَا فِي الْأَرْضِ جَمِيعًا﴾ (apa yang ada di bumi, semuanya). ﴿ مَا ﴾ (apa) adalah kata penghubung yang meliputi semua apa yang ada di bumi, yaitu semua makhluk yang ada di bumi berupa kayu-kayuan, tumbuh-tumbuhan, sungai-sungai, gunung-gunung dan segala makhluk yang ada di bumi ini (Tafsir al-‘Utsaimin, 3/71). “Katakanlah, “Pantaskah kamu mengingkari Tuhan yang menciptakan bumi dalam dua hari dan kamu adakan pula bagi-Nya tandingan? Itu adalah Tuhan Alam Semesta.” Dan Ia buat di bumi itu gunung-gunung sebagai pasaknya. Dan Ia berkahi bumi itu dengan menentukan makanan-makanan pokok dalam empat hari, untuk menjawab mereka yang bertanya.”[3] (Q.S. Fusshilat 41/9-10). Artinya bahwa Allah menentukan penciptaan bumi dalam dua hari, dan penciptaan makanan dalam dua hari lainnya, kemudaian Ia menyelasaikan langit dalam dua hari. Semuanya enam hari. Dalam ayat lain Allah berfirman: “Diciptakan langit dan bumi dalam enam hari.”[4] (Q.S. al-A’raf, 7/54). Dalam Q.S. al-Nazi’at, 79/27-30, Allah menjelaskan posisi langit sebagai factor terjadinya malam dan siang dan posisi bumi sebagai tempat tinggal bagi umat manusia.

Al-Razi (1/433), mencoba mendiskusikan Q.S. 41/9-12 dengan menjawab pertanyaan tentang dua makhluk raksasa yang disebut oleh Allah sebagai langit dan bumi, manakah yang lebih dahulu diciptakan? Pertanyaan ini muncul, hubungannya dengan Q.S. 2/29: “Ia, yang menciptakan untuk kamu apa yang ada di bumi, semuanya. Kemudian Ia berkehendak (menciptakan) langit, lalu Ia menyelesaikannya menjadi tujuh langit.”[5] Seolah-olah, diantara kedua Surah tersebut terdapat kontradiksi. Ada yang berpendapat bahwa penciptaan bumi bisa saja lebih dahulu dari pada langit, tetapi bumi belum disiapkan untuk dihunyi oleh manusia dan makhluk lainnya sebelum penciptaan langit. Orang yang berpendapat seperti ini, akan menemui dua hal: (1) Bumi adalah benda besar, tidak mungkin penciptaannya terpisah dari kesiapannya untuk dihunyi. Apabila kesiapan bumi untuk dihunyi diciptakan setelah langit diciptakan, maka langit dapat dikatakan lebih dahulu dari penyiapan bumi. (2) “Allah menciptakan untuk apa yang ada di bumi semuanya, kemudian menyelesaikan langit.” Mengisyarakatkan bahwa penciptaaan bumi dan penciptaan apa yang ada di bumi lebih dahulu dari penciptaan langit. Penyiapan bumi sebagai tempat tinggal bagi manusia, dalam istilah Al-Quran disebut dengan (دحاها) “dihamparkan” (وَالْأَرْضَ بَعْدَ ذَلِكَ دَحَاهَا)dan bumi sesudah itu dihamparkan” (79/30). Penciptaan segala sesuatu di bumi tidak mungkin dilakukan kecuali bila bumi itu telah ada. Ayat ini mengisyaratkan bahwa bumi telah dihamparkan sebelum penciptaan langit. Artinya, disini terjadi kontradiksi. Jawabannya, adalah bahwa firman Allah: “dan setelah itu bumi Ia hamparkan.[6] (Q.S. al-Nazi’at, 79/30) menunjukkan bahwa penciptaan langit lebih dahulu dari penciptaan bumi; bukan berarti bahwa penyelesaian langit lebih lebih dahulu dari penciptaan bumi. Dengan demikian tidak ada lagi kontradiksi. Firman Allah: ““Apakah penciptaan kamu yang lebih hebat ataukah langit yang telah dibangun-Nya? Ia telah meninggikan bangunannya lalu menyempurnakannya.[7] (Q.S. al-Nazi’at, 79/27-28) menunjukkan bahwa penciptaan langit dan penyempurnaannya lebih dahulu dari penghamparan bumi yang dapat menerima makhluk yang akan menghunyi bumi. Kata ‘tsumma” yang terdapat pada (ثُمَّ اسْتَوَىٰ إِلَى السَّمَاءِ), “kemudian Ia berkehendak (menciptakan) langit” dapat dijawab bahwa kata «ثم» bukan berarti berurutan, tetapi dilihat dari multi maksud yang dipahami. Sebagai contoh, “Bukankah aku telah memberikan nikmat besar, kemudian kemampuan engkaupun meningkat, kemudian kamu dapat menolak permusuhan.” Kemudian disini bukanlah berarti berurutan.

 

Kemudian Ia berkehendak (menciptakan) langit, lalu Ia menyelesaikannya menjadi tujuh langit. ثُمَّ اسْتَوَىٰ إِلَى السَّمَاءِ فَسَوَّاهُنَّ سَبْعَ سَمَاوَاتٍ
 

Ibn Katsir melihat bahwa kata sambung “tsumma” (kemudian) berarti berurutan. Ini adalah bukti bahwa penciptaan alam raya ini dimulai dengan penciptaan bumi, kemudian disempurnakan dengan penciptaan tujuh lapis langit. Begitulah proses pembangunan dimulai dengan membangun bagian bawah kemudian bagian atasnya. Dengan merujuk kepada pendapat Ibn Abbas dan Ibn Mas’ud, Ibn Katsir mengatakan bahwa singgasana Allah berada diatas air. Artinya, air adalah benda pertama yang diciptakan oleh Allah. Ketika Allah ingin menciptakan makhluk lain, dari air Allah mengeluarkan uap. Lalu uap itu naik yang kemudian diberi nama dengan langit. Kemudian air mengeras, lalu Ia menciptakan sebuah bumi, kemudian dipisah hingga menjadi tujuh bumi dalam dua hari, yaitu hari Ahad dan Senin. Di bumi, diciptakan gunung-gunung, makanan pokok penduduk bumi, kayu-kayuan dan segala sesuatu yang diperlukan dalam dua hari, yaitu hari Selasa dan Rabu. Pada Q.S. Fusshilat (41/11) Allah berfirman: Kemudian Dia menuju kepada penciptaan langit dan langit itu masih merupakan asap[8] Asap keluar ketika air bernafas, lalu Allah menjadikan satu langit. Dari satu langit dibelah menjadi tujuh langit dalam dua hari, Kamis dan Jum’at. Dinamakan dengan hari Jum’at, karena hari itu dikumpulkan penciptaan langit dan bumi. “Maka Dia menjadikannya tujuh langit dalam dua masa. Dia mewahyukan pada tiap-tiap langit urusannya. Dan Kami hiasi langit yang dekat dengan bintang-bintang yang cemerlang dan Kami memeliharanya dengan sebaik-baiknya. Demikianlah ketentuan Yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui.[9] (Q.S. Fusshilat, 12). (وَأَوْحَىٰ فِي كُلِّ سَمَاءٍ أَمْرَ‌هَا ) Dan Ia wahyukan pada setiap langit urusannya. Allah menciptakan pada setiap langit malaikat dan makhluk lainnya seperti laut dan gunung-gunung dingin yang kita tidak tahu. Langit paling bawah dihias dengan planet-planet, dijadikan sebagai perhiasan dan pelindung yang melindungi dari setan.

Ayat-ayat yang berbicara tentang penciptaan langit dan bumi, atau penyediaan kedua benda besar itu untuk kepentingan umat manusia, sebagian besar kita jumpai bahwa langit disebut lebih dahulu dari bumi. Kecuali itu, ada lima ayat yang kita jumpai penyebutan bumi lebih dahulu dari langit:

(1). Q.S. al-Baqarah, 2/22: Dialah yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu dan langit sebagai atap, dan Dia menurunkan air (hujan) dari langit, lalu Dia menghasilkan dengan hujan itu segala buah-buahan sebagai rezeki untukmu.”[10];

(2). Q.S. al-Baqarah, 2/29: “Dialah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu dan Dia berkehendak (menciptakan) langit, lalu dijadikan-Nya tujuh langit. Dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu.[11];

(3) Q.S. Thaha, 20/4: “yaitu diturunkan dari Allah yang menciptakan bumi dan langit yang tinggi.”[12];

(4). Q.S. Ghafir, 40/64: “Allah-lah yang menjadikan bumi bagi kamu tempat menetap dan langit sebagai atap.”[13];

(5) Q.S. Fusshilat, 41/9-12: “Katakanlah, “Pantaskah kamu ingkar kepada Tuhan yang menciptakan bumi dalam dua hari dan kamu adakan pula sekutu-sekutu bagi-Nya? Itulah tuhan seluruh Alam.” Dan Ia ciptakan padanya gunung-gunung yang kokoh diatasnya. Dan kemudian, Ia berkahi, dan Ia tentukan makanan-makanan (bagi penghuni)nya dalam empat hari, memadai utnuk (memenuhi kebutuhan) mereka yang memerlukannya.”[14]

Dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu. وَهُوَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ
 

Menunjukkan bahwa Allah SWT tidak mungkin menjadi pencipta bumi dan apa yang ada di dalamnya, pencipta langit dan apa yang ada di dalamnya berupa keajaiban dan keistimewaan kecuali Ia maha mengetahui dan maha memahami semua sifat umum dan khusus kedua makhluk besar itu dan segala sesuatu yang terdapat di dalamnya. Allah menciptakan semua benda itu dalam bentuk yang sangat teliti dan sempurna. Yang dapat melakukan hal ini adalah yang sangat memahami apa yang dilakukannya. Mulai dari makro sampai kepada mikronya, malah partikel yang paling kecil dari kerajaan langit dan bumi yang tidak diketahuinya. Allah maha mengetahui sekecil apapun partikel bumi dan manusia, partikel alam semesta. Alam semesta semua tidaklah bergerak dengan cara apapun tanpa seizing dan keinginan Allah.

 

Pengertian Umum Ayat:

 

Setelah berbicara tentang orang-orang kafir, fasik dan munafik yang melakukan perusakan di bumi dan memutuskan hubungan dari yang seharusnya disambungkan, Allah mempertajam permasalahan dengan memperlihatkan jati diri manusia. Yaitu tentang hidup dan mati mereka. Dari tiada menjadi ada, sebagai makhluk yang berbeda dari makhluk lainnya. Bila melakukan pelanggaran terhadap hukum dan menyambung silaturrahim dan ideology ketauhidan yang tidak boleh terputus masih menyisakan pendapat yang kontroversial, pembicaraan hidup dan mati adalah masalah yang pasti. Ayat pertama menjelaskan tentang apa yang dilakukan oleh Allah, yaitu menciptakan manusia dari tiada. { كُنْتُمْ أَمْوَاتاً فَأَحْيَاكُمْ } “Pada mulanya kamu tiada, lalu Allah menghadirkan kamu di dunia ini”. Tidak seorangpun yang dapat mengklaim bahwa ia telah menciptakan seorang manusia atau menciptakan dirinya sendiri. Mereka akan menempuh enam proses alam untuk menjadi abadi: alam tiada, alam Rahim, alam dunia, alam barzah, Hari berbangkit dan Hisab, Kehidupan abadi yang disebut oleh Allah sebagai (ثُمَّ إِلَيْهِ تُرْ‌جَعُونَ) “kemudian, kepada-Nya kamu akan kembali”. Proses pengembaraan manuisa, begitu ia diciptakan dan ruh ditiupkan ke dalam tubuhnya akan hidup abadi, namun melalui proses yang tidak sederhana. Allah menyebutnya dalam ayat pertama bahwa proses tersebut berawal dari tiada (أموات), mati, atau dalam istilah lain (لم يكن شيئأ مذكورا) “belum dapat didefenisikan”. Kemudian dari tiada,menghadirkan mereka dengan proses dua alam: alam Rahim dan alam dunia. Kemudian kembali mematikan mereka untuk melalui proses lain “alam barzah”. Kemudian kembali menghidupkan merreka, awal proses hidup abadi akan menerima keadilan Allah yang akan menentukan keadaan kehidupan yang akan diterima: bahagia atau sengsara.

Pada ayat kedua, Allah mendefenisikan dirinya sendiri, untuk berkomunukasi dengan manusia. “Allah adalah pencipta bumi, yang kamu hunyi dengan segala nikmat, kekayaan dan rezki yang tersedia untuk kepentingan umat manusia. Tidak saja itu, Allah juga adalah pencipta langit, yang merupakan bagian dari perlindungan Allah terhadap bumi. Perlindungan itu tidak sederhana tetapi sampai dilindungi dengan tujuh lapis langit. Itulah Allah, yang telah memilih manusia sebagai makhluk yang berbeda. Semuanya dibangun dan di ditata dengan Ilmu Allah, yang mungkin tidak terjangkau oleh otak manusia.

 

 

Pesan dan Aspirasi Ayat:

 

Wahyu Qawli Tidaklah Bertentangan dengan Wahyu Kawni

Banyak pertanyaan yang dilontarkan oleh orang-orang yang masih skeptic terhadap kebenaran Al-Quran. Diantara pertanyaan tersebut adalah apakah benar ada langit berdasarkan standar sains modern. Tingkat tinggi pertanyaan tersebut adalah penginkaran tentang adanya langit yang merupakan istilah yang diungkapkan oleh Al-Quran dalam banyak ayat adalah khurafat yang tidak memiliki dasar yang kokoh.

Apa perbedaan antara alam semesta dan langit? Lama aku memperhatikan apa yang ditemukan oleh para ilmuan tentang fakta alam semesta yang meyakinkan. Di lain pihak, aku perhatikan ayat-ayat Al-Quran yang diturunkan oleh Allah kepada Muhammad SAW, empat belas abad yang lalu. Maka, aku memperoleh keselarasan yang sempurna dengan hanya menerjemahkan dan menafsirkan nusus Al-Quran seperti apa adanya. Alam semesta yang dapat kita lihat dengan kasat mata, seperti yang didefenisikan oleh para ilmuan, meliput semua yang kita lihat, mulai dari atom yang dapat kita lihat dari dekat sampai kepada galaksi dalam jarak yang begitu jauh. Tetapi kita, sebagai manusia tidak dapat melihat melebihi dari apa yang disajikan kepada kita oleh teropong bintang dan alat-alat digital yang kita miliki. Di sisi lain, Al-Quran menyediakan untuk kita pandangan yang luas yang sempurna, tak ada kekurangan dan cacat apapun.

Ungkapan dan istilah-istilah yang dipakai oleh Al-Quran sangat teliti. Ketika mempergunakan kata al-kawn (alam semesta) adalah dengan mepertimbangkan defenisi. Kata “al-samă” (langit), al-nujūm (bintang-bintang), al-burūj (planet), al-ardh (bumi) dan benda-benda angkasa lainnya, beda dari sains modern yang menempatkan al-kawn (alam semesta), sebuah istilah yang kurang teliti secara ilmiyah. Kita tidak tahu secara defenitif apa yang dimaksud dengan alam semesta itu. Apakah alam semesta itu berarti “segala sesuatu”? Bila hal itu yang dimaksudkan, maka kata itu sangat luas sekali dan tidak defenitif. Apa bila yang dimaksud dengan alam semesta adalah benda-benda angkasa, bintang-bintang dan planet—yaitu segala sesuatu yang dapat kita lihat—bagaimana dengan benda-benda dan segala sesuatu yang tidak dapat kita lihat?

Berbeda dengan Al-Quran, semua benda-benda yang terdapat di alam semesta ini ditampilkan secara defenitif. Ada bintang-bintang, bumi, mata-hari, bulan dan ada langit. Orang yang memperhatikan ayat-ayat Allah dengan saksama, dengan mudah mengambil kesimpulan bahwa ‘sama al-dunya’ (langit terdekat ke bumi) adalah lapisan angkasa yang mengelilingi kita, dan berakhir pada benda angkasa yang dapat dipantau sampai sekarang. Ini berarti bahwa alam semesta yang dibicarakan oleh para ilmuan astronomi sekarang ini adalah langit terdekat ditambah dengan bumi. Jadi, langit adalah lapisan yang menyelimuti bumi dari semua sisi sampai pada benda angkasa terakhir yang dapat dilihat. Karena Allah SWT menghias langit dunia (lapisan pertama langit), yaitu lapisan yang terdekat kepada kita, dengan benda-benda angkasa, bintang-bintang dan planet-planet lainnya.

Dalam sebuah penelitian yang diterbitkan belum lama ini melalui website NASA berisi penemuan baru oleh seorang ilmuan astronomi Barat yang menemukan bahwa universe (alam semesta) setelah terjadinya ledakan besar (setelah penciptaan alam semesta ini) membentuk yang sama dengan gas, yaitu awan besar berupa gas. Peristiwa ledakan itu yang membuat alam semesta itu melebar dan meluas, menyisakan getaran suara yang tenang. Penulis penelitan ini mengatakan bahwa getaran suara yang diciptakan oleh alam semesta itu pada awal kejadiannya serupa dengan suara bayi yang masih menyusui, tenang dan teratur.

Disini kita menemui pengertian dari firman Allah: “Kemudian Ia menuju ke langiy dan (langit) itu masih berupa asap, lalu Ia berfirman kepadanya dan kepada bumi, “Datanglah kamu berdua menurut perintah-Ku dengan patuh atau terpaksa.” Keduanya menjawab, “Kami datang dengan patuh.[15] (Q.S. Fusshilat, 42/11). Dalam ayat ini, Allah berbicara tentang ucapan langit dan bumi, yang mengatakaan: (قَالَتَا أَتَيْنَا طَائِعِينَ) “Keduanya menjawab, “Kami datang dengan patuh.” Barangkali getaran suara yang timbul dari alam semesta pada permulaan penciptaan itu adalah representasi dari ketaatannya kepada perintah Allah, karena Allah SWT berfirman: “Langit yang tujuh, bumi dan semua yang ada di dalamnya bertasbih kepada Allah. Dan tidak ada suatu apapun melainkan bertasbih dengan memuji-Nya, tetapi kamu tidak mengerti tasbih mereka. Sungguh, Ia Maha Penyantun, Maha Pengampun.”[16] (Q.S. al-Isra, 17/44). Hari ini, ditemui bukti-bukti yang kuat bahwa bumi terbentuk dari asap semesta. Asap itu menyebar ke seluruh penjuru ketika membentuk bumi. Setelah pembentukan bumi selam jutaan tahun, artinya bahwa ketika bumi terbentuk, asap itu masih ada. Al-Quran menunjuk dengan dengan gambaran yang sangat indah tentang hal ini. ““Katakanlah, “Pantaskah kamu ingkar kepada Tuhan yang menciptakan bumi dalam dua hari dan kamu adakan pula sekutu-sekutu bagi-Nya? Itulah tuhan seluruh Alam.” Dan Ia ciptakan padanya gunung-gunung yang kokoh diatasnya. Dan kemudian, Ia berkahi, dan Ia tentukan makanan-makanan (bagi penghuninya) dalam empat hari, memadai untuk memenuhi kebutuhan) mereka yang memerlukannya. Kemudian Ia menuju ke Langit dan langit itu masih berupa asap, lalu Ia berfirman kepadanya dan kepada bumi, “Datanglah kamu berdua menuruti perintahku dengan patuh atau terpaksa,” Keduanya menjawab: “Kami datang dengan patuh.” Lalu diciptakannya tujuh langit dalam dua hari dan pada setiap langit Ia mewahyukan urusan masing-masing. Kemudian langit yang dekat (dengan bumi), Kami hiasi dengan bintang-bintang, dan (Kami ciptakan itu) untuk memelihara. Demikian ketentuan Allah yang maha perkasa, maha mengetahui.”[17] (Q.S. Fusshilat, 41/9-12).

Berikut ini kita teliti secara cermat nusus Al-Quran berbasis fakta ilmiyah hari ini.

  1. Allah menciptakan bumi dalam dua hari (خَلَقَ الْأَرْضَ فِي يَوْمَيْنِ). Artinya, bumi sebelumnya, belum ada. Lalu, Allah menciptakannya dalam dua hari, tetapi belum disediakan sebagai tempat kehidupan. Lalu, Allah menentukan bahan makanan, di atasnya diletakkan gunung-gunung hingga bumi itu siap untuk menerima kehidupan. Hal ini diciptakan oleh Allah empat hari, (وَقَدَّرَ فِيهَا أَقْوَاتَهَا فِي أَرْبَعَةِ أَيَّامٍ), semuanya berjumlah enam hari.
  2. Dalam masa enam hari ini, langit sudah ada dan penuh dengan asap. Bukti bahwa langit sudah ada, firman Allah: (ثُمَّ اسْتَوَى إِلَى السَّمَاءِ وَهِيَ دُخَانٌ)Kemudian Ia menuju ke Langit dan langit itu masih berupa asap.” Artinya, istiwa (menuju ke langit), dilakukan setelah menciptakan langit dan menciptakan bumi. Artinya, enam hari setelah menciptakan langit dan bumi. Jadi, Allah tidak mengatakan (ثم خلق السماء) “Kemudian menciptakan langit”, tetapi mengatakan: (ثُمَّ اسْتَوَى إِلَى السَّمَاءِ) “Kemudian Ia menuju ke langit”. Langit, ketika itu, sudah tercipta, demikian juga bumi. Inilah yang ditetapkan oleh sains modern.
  3. Kemudian sesudah itu, menjadikan langit yang satu itu menjadi tujuh lapis. Proses ini tidak ada hubungannya dengan penciptaan langit, tetapi adalah proses terpisah yang terjadi setelah penciptaan langit, yang dinamakan oleh Al-Quran proses “taswiyah” (penyelesaian). Karena Allah mengatakan: (فَقَضَاهُنَّ سَبْعَ سَمَاوَاتٍ)Lalu Ia putuskan menjadi tujuh langit”, dan Allah tidak mengatakannya: (فخلقهنَّ) “lalu, menciptakannya”. Ini adalah bukti bahwa langit pada prinsipnya telah ada sejak dari awal. Langit itu diciptakan bersama dengan bumi, tetapi bentuknya belum final, karena masih berbentuk asap. Inilah yang ditegaskan oleh para astronomis pada hari ini. Jadi, Al-Quran menegaskan bahwa langit dan bumi adalah dua makhluk, kemudian allah menyempurnakannya dengan menjadikannya tujuh langit. Dengan demikian, dalam Q.S. al-Baqarah, 2/29, Allah menegaskan: “Ia, yang menciptakan untuk kamu apa yang ada di bumi, semuanya. Kemudian Ia berkehendak (menciptakan) langit, lalu Ia menyelesaikannya menjadi tujuh langit. Dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu.”[18] Coba perhatikan kata (فَسَوَّاهُنَّ) “lalu, Ia sempurnakan mereka”, Allah tidak mengatakan (فخلقهنَّ) “lalu, Ia menciptakan mereka”. “Menciptakan” berbeda dari “menyempurnakan”. Disini, kita perlu bertanya kepada orang-orang yang menyangsikan kebenaran Al-Quran, khususnya tentang ayat-ayat penciptaan langit dan bumi” yang mengatakan bahwa Al-Quran mengandung kesalahan perhitungan yang nyata?” Jadi Allah berbicara tentang penciptaan langit dan bumi dalam enam hari. Dan berbicara tentang penyelesaiannya dan memisahkannya menjadi tujuh langit dalam dua hari. Jadi masa yang dihabiskan dalam menciptakan langit dan bumi enam hari, sedangkan dua hari lainnya tidak ada hubungannya dengan hari penciptaan. Dengan demikian tidak ada kontradiksi dalam Al-Quran. Bukti tentang kebenaran pengertian yang dikemukakan diatas adalah bahwa Al-Quran tidak menyebutkan bahwa penciptaan langit memakan waktu selama dua hari, tetapi proses penyelesaian langit menjadi tujuh langit memakan waktu dua hari. Dua hari yang dilakukan untuk penyempurnaan ini tidak ada hubungannya dengan enam hari yang ditunjuk tentang penciptaan langit dan bumi: “Yang menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada diantara keduanya dalam enam hari, kemudian Ia bersemayam diatas Arasy, (Ialah) Yang Maha Pengasih, maka tanyakanlah (tentang Allah) kepada orang yang lebih mengetahui (Muhammad).[19] (Q.S. al-Furqan, 25/59). Dengan demikian dapat ditegaskan bahwa penyelesaian dilakukan setelah penciptaan, dan tidak memiliki hubungan dengan jumlah hari penciptaan. Bumu dan alam semesta dimulai pada waktu yang sama dan juga selesai pada waktu yang sama pula. Materi yang dipergunakan untuk kedua makhluk besar ini juga adalah sama. Proses pertama bagi penciptaan bumi disebut dengan rataq. Bila bumi diciptakan dalam enam hari, maka masa yang dipergunakan untuk penciptaan langit, juga adalah enam hari yang sama. Sedangkan masa finishing langit yang berjumlah tujuh lapis tidaklah dapat disamakan dengan masa penyelesaian penciptaan. Bila hal itu dilakukan, secara metamatis akan menemui kesalahan. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa kesalahan penghitungan adalah tanggung jawab orang yang menghitung, bukan tanggung jawab Al-Quran. Para skeptis mencoba untuk mempengaruhi orang lain tentang ayat ini. Mungkin saja mereka mengatakan bahwa bumi diciptakan lebih dahulu dari langit, mungkinkah pendapat ini dapat diterima sains modern, dan mengindikasikan bahwa hal tersebut betolak belakang dengan sains modern. Bila hal itu terbukti, maka dapat dikatakan bahwa Al-Quran bukanlah wahyu, karena wahyu tidak mungkin salah. Mereka tidak membaca ayat dengan baik: (ثُمَّ اسْتَوَى إِلَى السَّمَاءِ وَهِيَ دُخَانٌ)Kemudian Ia menuju ke Langit dan langit itu masih berupa asap.” Ayat ini menunjukkan bahwa langit sudah ada sebelum menyempurnakannya. Tetapi sebagian besar langit itu masih dalam bentuk asap. Sesudah itu Allah berfirman: (فَقَالَ لَهَا وَلِلْأَرْضِ اِئْتِيَا طَوْعًا أَوْ كَرْهًا) lalu Ia berfirman kepadanya dan kepada bumi, “Datanglah kamu berdua menuruti perintahku dengan patuh atau terpaksa.” Perintah itu dialamatkan kepada langit dan bumi. Perintah ini menunjukkan bahwa kedua makhluk besar itu sudah ada. Dan ini bukanlah berarti bahwa langit diciptakan lebih dahulu dari langit. Akan tetapi menunjukkan akan apa yang dipahami oleh para ulama tafsir sesuai dengan masa mereka. Kita hari ini, tidaklah seharusnya memahami ayat ini seperti yang dipahami oleh para ulama tafsir klasik, karena kalaulah sains modern telah sampai kepada mereka sebelumnya, tentu mereka akan memahaminya seperti kita sekarang ini. Alam Semesta yang Berulang. Banyak para ilmuan astronomi yang melakukan studi tentang alam semesta, hari ini mengumpamakannya dengan kertas dan plat melengkung dan mengatakan: “Alam semesta memiliki ketebalan tertentu dalam mendistribusikan materi. Ketebalan ini menjadikannya semesta, sama dengan sehelai kertas yang sedikit melengkung atau datar. Alam semesta ini, pada akhir kehidupannya akan mengerut dengan sendirinya seperti mengerutnya kertas ini. Alam semesta itu akan mengatup dan kembali seperti semula. Teori itu mereka namakan dengan semesta yang berulang. Artinya ia memulai dari satu titik, kemudian mengembang dan melebar, kemudian kembali menyusut dengan sendirinya seperti semula. Teori ini mendekati kebenaran, karena senada dengan firman Allah: “(Yaitu) pada hari Kami gulung langit sebagai menggulung lembaran-lembaran kertas. Sebagaimana Kami telah memulai panciptaan pertama begitulah Kami akan mengulanginya. Itulah suatu janji yang pasti Kami tepati; sesungguhnya Kamilah yang akan melaksanakannya.[20] (Q.S. al-Anbiya, 21/104). Para peletak teori ini memakan kata “repeat” (mengulang kembali”, istilah yang telah dipakai oleh Al-Quran, sekarang dipakai oleh para ulama astronomi Barat untuk mengungkapkan akhir dari alam semesta, dan mengulang kembali penciptaan. Kenapa? Karena mereka meyakini bahwa segala sesuatu yang ada di alam semesta ini akan berulang. Siklus air akan terus berulang dengan system yang sudah ditentukan oleh Allah SWT. Siklus kehidupan juga akan berulang; siklus karang; siklus tanah dan siklus bumi akan sempurna; siklua cuaca di bumi akan berubah pada setiap periode tertentu. Dengan demikian, mereka mengatakan bahwa siklus yang ada adalah indikasi akan terjadinya siklus alam semesta. Disini, firman Allah akan tercermin: “Sebagaimana Kami telah memulai panciptaan pertama begitulah Kami akan mengulanginya. Itulah suatu janji yang pasti Kami tepati; sesungguhnya Kamilah yang akan melaksanakannya.[21] (Q.S. al-Anbiya, 21/104).

Apa tujuan fakta alam semesta ini, kenapa Allah mengungkapkannya dalam Al-Quran? Apabila kita menelusuri ayat-ayat yang berhubungan dengan penciptaan langit dan bumi, kita akan berkesimpulan bahwa dua benda besar itu penguasaannya akan diberikan kepada manusia yang baik. Dan sungguh telah Kami tulis didalam Zabur sesudah (Kami tulis dalam) Lauh Mahfuzh, bahwasanya bumi ini dipusakai hamba-hamba-Ku yang saleh.[22] (Q.S. al-Anbiya, 21/105). Melalui ayat-ayat-Nya, Allah telah telah membuat hukum orang-orang yang baik adalah manusia yang paling berhak mengurus langit dan bumi. Sebuah isyarat tersembunyi bahwa Allah, pencipta alam semesta ini “Kepunyaan-Nya-lah kunci-kunci (perbendaharaan) langit dan bumi.[23] (Q.S. al-Zumar, 39/63); dan Allah mendefenisikan diri-Nya sendiri (اللَّهُ خَالِقُ كُلِّ شَيْءٍ), Allah, pencipta segala sesuatu; yang menciptakan alam semesta ini, dan menjadikan disana asap. Perlu diketahui bahwa asap ini, analisisnya belum sampai pada tingkat keyakinan dan pengetahuan bahwa debu bukanlah debu, tetapi adalah asap. Pada tahun 2006, kita telah berbicara tentang bintang-bintang di langit, kita telah berbicara tentang perhiasan langit, kita telah berbicara tentang ucapan sebelum tentang langit pada permulaan penciptaannya, ketika masih dalam bentuk asap. Fakta-fakta ini semua, hari ini adalah fakta yang tidak terbantahkan dan dapat disaksikan dengan kasat mata dan selaras dengan Al-quran. Dengan demikian, ketika fakta-fakta ini telah dapat dibuktikan dan anda dapat mengetahui dengan baik bahwa Allah adalah pencipta alam semesta, Allah adalah yang menghias Langit dengan bintang-bintang dan benda-benda angkasa lainnya, Allah yang menaklukkan, sesuai dengan kehendak-Nya dan malah langit dan bumi mentaatinya: (قالتا أتينا طائعين) Keduanya menjawab: “Kami datang dengan patuh.”, ketika itu anda harus menerima dengan segala senang hati bahwa Al-Quran adalah wahyu Ilahi.

Langit dunia adalah alam yang berada diatas kita, mulai dari diatas kepala melintasi atmosfir dan angkasa hingga bintang terakhir yang dapat dilihat. Ini semuanya adalah langit dunia. Langit dunia ini diliputi oleh enam langit lain dalam bentuk lapisan satu sama lainnya. Alam semesta, yang diberi nama oleh para ilmuan astronomi sebagai universe adalah langit dunia dan bumi. Sedangkan enam lapis langit lainnya belum ditemui oleh sains modern. Pada masanya, ilmu pengetahuan—dengan izin Allah—dapat menemui keenam lapis langit ini.

Firman Allah: (فَقَضَاهُنَّ سَبْعَ سَمَاوَاتٍ فِي يَوْمَيْنِ)Lalu Ia putuskan menjadi tujuh langit dalam dua hari”. Banyak orang berpendapat, “dua hari untuk menciptakan bumi” ditambah empat   hari untuk menjadikan bumi siap menerima kehidupan makhluk lain, dan ditambah dua hari untuk menciptakan langit. Semuanya delapan hari, bukan enam hari. Disini kelihatan adanya pencampur adukan antara penciptaan langit dengan penyelesaian langit. Pemahaman yang benar adalah bahwa Allah menciptakan bumi dan mempersiapkannya dalam bentuk sempurna dalam enam hari. Dalam masa enam hari ini, Allah juga menciptakan langit, karena penciptaan langit dan bumi dilakukan bersamaan, karena bumi diciptakan dari asap alam semesta yang membentuk materi langit pada awal penciptaan. Ini adalah pendapat para sarjana astronomi sekarang ini.

Firman Allah: (فَقَضَاهُنَّ سَبْعَ سَمَاوَاتٍ فِي يَوْمَيْنِ) “Lalu Ia putuskan menjadi tujuh langit dalam dua hari”. Kenapa Allah memilih angkat tujuh? Karena Allah SWT membuat sebagian besar design segala sesuatu di alam semesta ini berbasis kepada angka ini. Setiap atom yang mengambil tempat di alam raya ini terdiri dari tujuh lapis. Bila kita mengetahi bahwa bumi juga terdiri dari tujuh lapis, kita akan mendapati bahwa Allah SWT berbicara dengan fakta keyakinan bukan sebatas kata-kata.

[1] ﴿أَمْ خُلِقُوا مِنْ غَيْرِ‌ شَيْءٍ أَمْ هُمُ الْخَالِقُونَ ﴿٣٥﴾ أَمْ خَلَقُوا السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْ‌ضَ ۚ بَل لَّا يُوقِنُونَ ﴿٣٦﴾ (سورة الطور رقم 52/35-36).

[2] ﴿هَلْ أَتَىٰ عَلَى الْإِنسَانِ حِينٌ مِّنَ الدَّهْرِ‌ لَمْ يَكُن شَيْئًا مَّذْكُورً‌ا﴾ (سورة الإنسان، 76/1).

[3] { قُلْ أَئِنَّكُمْ لَتَكْفُرُونَ بالذى خَلَقَ الأرض فِى يَوْمَيْنِ وَتَجْعَلُونَ لَهُ أَندَاداً ذَلِكَ رَبُّ العالمين وَجَعَلَ فِيهَا رَوَاسِىَ مِن فَوْقِهَا وبارك فِيهَا وَقَدَّرَ فِيهَا أقواتها فِى أَرْبَعَةِ أَيَّامٍ سَوَاء لّلسَّائِلِينَ } [ سورة فصلت، 41/9-10]

[4] { خُلِقَ السموات والأرض فِي سِتَّةِ أَيَّامٍ } [ سورة الأعراف، 7/54 ]

[5] هُوَ الَّذِي خَلَقَ لَكُم مَّا فِي الْأَرْ‌ضِ جَمِيعًا ثُمَّ اسْتَوَىٰ إِلَى السَّمَاءِ فَسَوَّاهُنَّ سَبْعَ سَمَاوَاتٍ (سورة البقرة، 2/29)

[6] { والأرض بَعْدَ ذَلِكَ دحاها } [ سورة النازعات، 29/30 ]

[7] { أأنتم أَشَدُّ خَلْقاً أَمِ السماء بناها رَفَعَ رَفَعَ سَمْكَهَا فَسَوَّاهَا } [ سورة النازعات،79/27-28 ]

[8] اسْتَوَىٰ إِلَى السَّمَاءِ وَهِيَ دُخَانٌ (سورة فصلت، 41/11)

[9] فَقَضَاهُنَّ سَبْعَ سَمَاوَاتٍ فِي يَوْمَيْنِ وَأَوْحَىٰ فِي كُلِّ سَمَاءٍ أَمْرَ‌هَا ۚ وَزَيَّنَّا السَّمَاءَ الدُّنْيَا بِمَصَابِيحَ وَحِفْظًا ۚ ذَٰلِكَ تَقْدِيرُ‌ الْعَزِيزِ الْعَلِيمِ ﴿١٢﴾ (سورة فصلت، 41/12)

[10] الَّذِي جَعَلَ لَكُمُ الْأَرْ‌ضَ فِرَ‌اشًا وَالسَّمَاءَ بِنَاءً وَأَنزَلَ مِنَ السَّمَاءِ مَاءً فَأَخْرَ‌جَ بِهِ مِنَ الثَّمَرَ‌اتِ رِ‌زْقًا لَّكُمْ (سورة البقرة، 2/22)

[11] هُوَ الَّذِي خَلَقَ لَكُم مَّا فِي الْأَرْ‌ضِ جَمِيعًا ثُمَّ اسْتَوَىٰ إِلَى السَّمَاءِ فَسَوَّاهُنَّ سَبْعَ سَمَاوَاتٍ ۚ وَهُوَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ ﴿٢٩﴾ (سورة البقرة، 2/29).

[12] تَنزِيلًا مِّمَّنْ خَلَقَ الْأَرْ‌ضَ وَالسَّمَاوَاتِ الْعُلَى ﴿٤﴾ (سورة طه، 20/4)

[13] اللَّـهُ الَّذِي جَعَلَ لَكُمُ الْأَرْ‌ضَ قَرَ‌ارً‌ا وَالسَّمَاءَ بِنَاءً (سورة غافر، 40/64)

[14] { قُلْ أَئِنَّكُمْ لَتَكْفُرُونَ بالذى خَلَقَ الأرض فِى يَوْمَيْنِ وَتَجْعَلُونَ لَهُ أَندَاداً ذَلِكَ رَبُّ العالمين وَجَعَلَ فِيهَا رَوَاسِىَ مِن فَوْقِهَا وبارك فِيهَا وَقَدَّرَ فِيهَا أقواتها فِى أَرْبَعَةِ أَيَّامٍ سَوَاء لّلسَّائِلِينَ } [ سورة فصلت، 41/9-10]

[15] ثُمَّ اسْتَوَى إِلَى السَّمَاءِ وَهِيَ دُخَانٌ فَقَالَ لَهَا وَلِلْأَرْضِ اِئْتِيَا طَوْعًا أَوْ كَرْهًا قَالَتَا أَتَيْنَا طَائِعِينَ) [سورة فصلت، 41/11]

[16] (تُسَبِّحُ لَهُ السَّمَوَاتُ السَّبْعُ وَالْأَرْضُ وَمَنْ فِيهِنَّ وَإِنْ مِنْ شَيْءٍ إِلَّا يُسَبِّحُ بِحَمْدِهِ وَلَكِنْ لَا تَفْقَهُونَ تَسْبِيحَهُمْ إِنَّهُ كَانَ حَلِيمًا غَفُورًا) [سورة الإسراء، 17/44].

[17] (قُلْ أَئِنَّكُمْ لَتَكْفُرُونَ بِالَّذِي خَلَقَ الْأَرْضَ فِي يَوْمَيْنِ وَتَجْعَلُونَ لَهُ أَنْدَادًا ذَلِكَ رَبُّ الْعَالَمِينَ * وَجَعَلَ فِيهَا رَوَاسِيَ مِنْ فَوْقِهَا وَبَارَكَ فِيهَا وَقَدَّرَ فِيهَا أَقْوَاتَهَا فِي أَرْبَعَةِ أَيَّامٍ سَوَاءً لِلسَّائِلِينَ * ثُمَّ اسْتَوَى إِلَى السَّمَاءِ وَهِيَ دُخَانٌ فَقَالَ لَهَا وَلِلْأَرْضِ اِئْتِيَا طَوْعًا أَوْ كَرْهًا قَالَتَا أَتَيْنَا طَائِعِينَ * فَقَضَاهُنَّ سَبْعَ سَمَاوَاتٍ فِي يَوْمَيْنِ وَأَوْحَى فِي كُلِّ سَمَاءٍ أَمْرَهَا وَزَيَّنَّا السَّمَاءَ الدُّنْيَا بِمَصَابِيحَ وَحِفْظًا ذَلِكَ تَقْدِيرُ الْعَزِيزِ الْعَلِيمِ) [ سورة فصلت، 41/9-12]

[18] (هُوَ الَّذِي خَلَقَ لَكُمْ مَا فِي الْأَرْضِ جَمِيعًا ثُمَّ اسْتَوَى إِلَى السَّمَاءِ فَسَوَّاهُنَّ سَبْعَ سَمَاوَاتٍ وَهُوَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ) [البقرة: 29]

[19] (الَّذِي خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ وَمَا بَيْنَهُمَا فِي سِتَّةِ أَيَّامٍ ثُمَّ اسْتَوَى عَلَى الْعَرْشِ الرَّحْمَنُ فَاسْأَلْ بِهِ خَبِيرًا) [الفرقان: 59]

[20] ﴿يَوْمَ نَطْوِي السَّمَاءَ كَطَيِّ السِّجِلِّ لِلْكُتُبِ ۚ كَمَا بَدَأْنَا أَوَّلَ خَلْقٍ نُّعِيدُهُ ۚ وَعْدًا عَلَيْنَا ۚ إِنَّا كُنَّا فَاعِلِينَ﴾ (سورة الأنبياء، 21/104).

[21] ﴿ كَمَا بَدَأْنَا أَوَّلَ خَلْقٍ نُّعِيدُهُ ۚ وَعْدًا عَلَيْنَا ۚ إِنَّا كُنَّا فَاعِلِينَ﴾ (سورة الأنبياء، 21/104).

[22] ﴿وَلَقَدْ كَتَبْنَا فِي الزَّبُورِ‌ مِن بَعْدِ الذِّكْرِ‌ أَنَّ الْأَرْ‌ضَ يَرِ‌ثُهَا عِبَادِيَ الصَّالِحُونَ﴾ (سورة الأنبياء، 21/105)

[23] ﴿لَّهُ مَقَالِيدُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْ‌ضِ﴾ (سورة الزمر، 39/63).

About iiwaqffound

Philanthropy Section
This entry was posted in Berita, Tafsir. Bookmark the permalink.

Leave a comment